Rabu, 16 September 2009

asuhan keperawatan Thalasemia (Bag 2)

D. Patofisiologi
Berkurangnya sitensis Hb dan eritropoesis yang telah efektif disertai penghancuran sel-sel eritrosit intra medular. Juga bisa disebabkan karena defisiensi asam folat, bertambahnya volume plasma intravaskuler yang mengakibatkan hemodilusi dan distruksi eritrosit oleh sistem retikuloendotelial dalam limpa hati.
Penelitian biomolekuler menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen sehingga produksi rantai alfa/beta hemoglobin berkurang.
Terjadinya hemosidrosis merupakan hasil kombinasi antara transufi berulang peningkatan absorbsi besi dalam usus karena eritropoesis yang tidak efektif, anemiakronis, serta proses hemolisis. (Mansjoer:2000:497)
Akibat penurunan pembentukan hemoglobin sel darah merah menjadi mikrosistik dan hipokronik.
Pada keadaan normal disintesis hemoglobin A yang terdiri dari 2 rantai alfa dan 2 rantai beta. Kadarnya mencapai lebih kurang 95% dari seluruh hemoglobin. Sisanya terdiri dari hemoglobin A2 yang mempunyai 2 rantai alfa dan 2 rantai sedangkan kadarnya tidak lebih dari 2% pada keadaan normal. Hemoglobin F setelah lahirnya feotus senantiasa menurun dan pada usia 6 bulan mencapai kadar seperti orang dewasa yaitu tidak lebih dari 4%. Pada keadaan normal, hemoglobin F terdiri dari 2 ranti alfa dan 2 rantai gama.
Pada Thalasemia satu atau lebih dari satu rantai globin kurang diproduksi sehingga terdapat pembentukan hemoglobin normal orang dewasa (Hb A). Kelebihan rantai globin yang tidak terpakai akan mengendap pada dinding eritrosit. Keadaan ini menyebabkan eritropoesis tidak efektif dan eritrosit memberikan gambaran anemia hipokrok mikrosfer.
Pada Thalasemia beta produksi rantai beta terganggu, mengakibatkan kadar Hb menurun sedangkan Hb A2 atau Hb F tidak terganggu karena tidak mengandung rantai beta dan berproduksi lebih banyak dari keadaan normal, mungkin sebagai kompensasi.
Eritropoesis sangat giat, baik didalam sumsum tulang maupun ekstramedular hati dan limpa. Destruksi eritrosit dan prekursornya dalam sumsum tulang adalah luas (eritropoesis tidak efektif) dan masa hidup eritrosit mendadak serta didapat pula tanda-tanda anemia hemolitik ringan. Walaupun eritropoesis sangat giat. Hal ini tidak mampu mendewasakan eritrosit secara efektif mungkin karena adanya presipitasi didalam eritrosit.
Defek gen-gen yang bersangkutan dalam produksi rantai globin berbeda-beda dan kombinasi defek juga munkin. Maka dari itu ada fariasi yang luas penyakit heterogen ini dan penggolongannya tidak semudah konsep homozigot atau heterozigot. (Soeparman: 1999)















F. Pemeriksaan Penunjang
Anemia biasanya berat dengan kadar (Hb) berkisar antara 3-9 g/dl. Eritrosif memperlihatkan anisositosis, poikilositosis dan hiporkromia breat. Sering ditemukan sel target dan tear drop cell. Normoblas (eritrosit berinti) banyak dijumpai terutama pasca splenektomi. Gambaran sumsum tulang memperlihatkan eritropoesis yang hiperaktif sebanding dengan anemianya. Diagnosis definitif ditegakkan dengan pemeriksaan elektroforesis hemoglobin. Pada Thalasemia beta kadar HbF berfariasi antara 10-90%, sedangkan dalam keadaan normal kadarnya tidak melebihi 2%. (Mansjoer Arif : 1999)

G. Penatalaksanaan
Mengatasi anemia dengan transufi PRC (Packed Red Cell). Transfusi hanya diberikan bila saat diagnosis ditegakkan Hb < 8 g/dl. Selanjutnya sekali diputuskan untuk diberi transfusi darah. Hb harus selalu dipertahankan di atas 12 g/dl dan tidak melebihi 15,5 g/dl.
Bila tidak terdapat tanda gejala jantung dan Hb sebelum transfusi di atas g/dl, diberikan 10-15 mg/kg BB per satu kali pemberian selama 2 jam atau 20 ml/kg BB dalam waktu 3-4 jam. Bila terdapat tanda gagal jantung, pernah ada kelainan jantung, atau Hb < 5 g/dl, dosis satu kali pemberian tidak boleh lebih dari 5 ml/kg BB dengan kecepatan tidak lebih dari 2 ml/kg BB/jam. Penderita dengan gagal jantung diberikan oksigen dengan kecepatan 2-4 liter/menit, transfusi darah dan deuritika. Kemudian, bila masih diperlukan diberi digitalisasi setelah Hb > 8 g/dl bersama-sama dengan transfusi darah secara perlahan sampai kadar Hb lebih dari 12 g/dl.
Untuk mengeluarkan besi dari jaringan tubuh diberikan kelasi besi yaitu Desferal secara tim atau iv. Splenektoni diindikasikan bila terjadi hiperlenisme atau limpa terlalu besar sehingga membatasi gerak pasien. Splenektoni sebaiknya dilakukan pada umur 5 tahun ke atas saat limpa dalam sistem imun tubuh-tubuh telah dapat ke atas saat oleh organ limfoid lain.
Imunisasi terhadap virus hepatitis B dan C perlu dilakukan untuk mencegah infeksi virus tersebut melalui transfusi darah. Transplantasi sumsum tulang perlu dipertimbangkan pada setiap kasus baru dengan Thalasemia mayor. Obat pendukung seperti vitamin C dianjurkan diberi dalam dosis kecil (100-250 mg). Diberikan asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat pada pasien Thalasemia. Khususnya pada yang jarang mendapat transfusi darah. Secara berkala dilakukan pemantauan fungsi organ, seperti jantung, paru, hati, endoktrin termasuk kadar glukosa darah, gigi, telinga, mata dan tulang. (Mansjoer, 2000:498-497).










H. Fokus Pengkajian
Fokus Pengkajian pada penderita thalasemia meliputi :
1. Aktivitas/Istirahat
Gejala yang tampak adalah keletihan, kelemahan, melaise umum, kehilangan produktivitas, penurunan semangat untuk bekerja. Toleransi terhadap latihan rendah, kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih banyak. Dengan tanda – tanda Takikardi/talipnea pada bekerja atau istirahat. Menarik diri, apatis, lesu dan kurang tertarik pada sekitarnya, kelemahan otot dan penurunan kekuatan, tubuh tidak tegak, bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat dan tanda-tanda keletihan.
2. Sirkulasi
Gejala yang tampak adalah riwayat kehilangan darah kronis misal perdarahan Gl Kronis menstruasi berat (DB) angina CHF (Kerja jantung berlebihan) palpitasi. Dengan tanda – tanda Peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan nadi melebam hipotensi postural. Disritma, Abdnomalitas EKG, misal depresi segmen ST dan pendataan/depresi gelombang T takikardia. Bunyi jantung = Murmor sistolik, Eksremitas (warna) Pucat pada kulit dan membran mukosa (konjungtiva, mulut, faring, bibir) dan dasar kuku, sklera Biru atau putih seperti mutiara, pengisian kapiler melambat lebih dari dua detik, kuku mudah patah berbentuk seperti sendok, rambut kering, mudah putus, menipis dan tumbuh uban secara prematur.
3. Eliminasi
Gejala yang tampak adalah Riwayat pielonerfritis, gagal ginjal, flatulen, sindrom mal absorbsi hematemasi, fases dengan darah segar, melena, diare atau konstipasi, dan penurunan volume urine. Ditandai dengan distensi abdomen.

4. Makanan/Cairan
Gejala yang tampak adalah penurunan masukan diet, nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan mual muntah, dispepsia, adanya penurunan berat badan, tidak pernah puas mengunyah. Ditandai dengan lidah tampak merah daging/halus, membran mukosa kering, pucat turgor kulit: buruk, kering tampak kusut/hitam elastisitas, stomatisis dan galsitis.
5. Integritas
Gejala yang tampak adalah penolakan transfusi darah. Ditandai dengan depresi.
6. Neurosensori
Gejala yang tampak adalah sakit kepala berdenyut, pusing, ketidak mampuan berkonsentrasi, insommia, penurunan penglihatan dan bayangan pada mata. Kelemahan, keseimbangan buruk, sensasi menjadi dingin. Ditandai dengan peka rangsang, mental tak mampu berespon, lambat, oftalikim hemoragis retina, epistalsis perdarahan dari lubang-lubang, gangguan koordinasi ataksia: penurunan rasa getar dan posisi tanda rombeng positif paralisis.
7. Pernafasan
Gejala yang tampak adalah riwayat TB, absen paru, nafas pendek pada istirahat dan aktivitas. Ditandai dengan tahipneu, artopneu dan dispeneu.
8. Keamanan
Gejala yang tampak adalah riwayat terpajan pada radiasi baik sebagai pengobatan atau kecelakaan, riwayat kanker, terapi kanker, tidak toleran terhadap dingin dan panas, transfusi darah sebelumnya, gangguan penglihatan, penyembuhan luka buruk dan sering infeksi. Ditandai dengan demam rendah, menggigil, keringan malam, limfa denopati umum petekie dan ekimosis.
9. Seksualitas
Gejala yang tampak adalah hilang libido (pria dan wanita) impotent. Ditandai dengan serviks dan dinding vagina pucat. (Doengoes, 1999 ; Wilkinson, 2005)
I. Fokus Intervensi
1. Perubahan perfungsi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrien ke sel.
Tujuan atau kriteria hasil evaluasi menurut NOC adalah tidak terjadi gangguan perfusi jarngan. Dengan kriteria hasil menunjukkan perfungsi adekuat, dan vital sign stabil, pengisian kapiler baik.
Interverensi menurut NIC adalah mengawasi vital sign, kaji pengisian kapiler, warna kulit/membran mukosa, dasar kuku, tinggikan kepala tidur sesuai toleransi, awasi upaya pernapasan: auskultasi bunyi nafas perhatikan bunyi adventisius, catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan dan tubuh hangat sesuai indikasi., kolaborasi berikan O2 tambahan sesuai indikasi, berikan sel darah merah lengkap, produk darah sesuai indikasi. (Wilkinson, 2005)

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan
Tujuan atau kriteria hasil evaluasi menurut NOC adalah melaporkan peningkatan intoleransi aktivitas, suplai oksigen dan nutrisi dalam keadaan normal. Dengan kriteria hasil mentoleransi aktivitas yang biasa dilakukan dan ditujukan dengan daya tahan, penghematan energi dalam kehidupan sehari – hari.
Interverensi menurut NIC adalah kaji kemampuan pasien untuk melakukan tugas/aktivitas normal, kaji kehilangan/gangguan keseimbangan gaya jalan, kelemahan otot, awasi vital sign, berikan lingkungan tenang, pertahankan tirah baring bila diindikasikan, berikan bantuan dalam aktivitas/ambulasi bila perlu, memungkinkan pasien untuk melakukannya sebanyak mungkin, anjurkan pasien untuk menghentikan aktivitas bila nyeri, nafas pendek, kelemahan atau pusing terjadi. (Wilkinson, 2005)

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna/anoreksia
Tujuan menurut NOC adalah mengurangi anoreksia akibat kegagalan untuk mencerna. Dengan kriteria hasil berat badan stabil, tidak mengalami mal nutrisi, menunjukkan perilaku, perubahan pada pola hidup meningkatkan dan/mempertahankan berat badan yang sesuai.
Interverensi menurut NIC adalah mengkaji riwayat, termasuk makanan yang disukai, observasi dan catat masukan makanan pasien, timbang bb tiap hari, berikan makanan sedikit tapi sering, berikan dan bantu higiene mulut yang baik, kolaborasi berikan diet halus, mudah serat, menghidari makanan panas, pedas/terlalu asam sesuai indikasi. (Wilkinson, 2005)

4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahankan sekunder tidak adekuat.
Tujuan menurut NOC adalah factor resiko infeksi akan hilang dengan dibuktikan dengan keadekuatan status imun klien, pengetahuan yang penting, pengendalian infeksi dan secara konsisten menunjukkan perilaku deteksi resiko dan pengendalian resiko. Dengan kriteria hasil mengidentifikasi perilaku untuk mencegah/menurunkan resiko infeksi, bebas drainase purulen/eritema dan demam.
Interverensi menurut NIC adalah tingkatkan cuci tangan yang baik oleh pemberi perawatan dan pasien, pertahankan tehnik aseptik ketat pada prosedur/perawatan luka, tingkatkan masukan cairan adekuat, berikan perawatan kulit, perianal dan oral dengan cermar, kolaborasi berikan antiseptik topikal: antibiotik sistemik. (Wilkinson, 2005)
5. Cemas berhubungan dengan hospitalisasi/prosedur dan kejadian yang menimbulkan stress.
Tujuan menurut NOC adalah penerimaan positif koping stress. Dengan kriteria hasil pasien menunjukkan penurunan rasa takut, anak tetap tenang dan bekerja selama prosedur.
Interverensi menurut NIC adalah melibatkan orang tua dalam melakukan tindakan/prosedur bila dimungkinkan, berikan penjelasan sesuai usia tentang prosedur yang akan dilihat/didengar untuk mengurangi rasa takut anak, berikan privasi untuk prosedur yang memanjakan tubuh, berikan komunikasi terapeutik. (Wilkinson, 2005)

6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi/tidak mengenal sumber informasi.
Tujuan menurut NOC adalah memberikan penetahuan tentang penatalaksanaan thalasemia. Dengan kriteria hasil menyatakan pemahaman proses penyakit dan rencana pengobatan, melakukan tindakan yang perlu atau perubahan pola hidup.
Interverensi menurut NIC adalah berikan informasi tentang anemia spesifik, jelaskan tujuan setiap tindakan/prosedur yang akan dilakukan, diskusikan peningkatkan kerentanan terhadap infeksi, gunakan jarum terpisah untuk mengambil obat dan injeksi. (Wilkinson, 2005)

7. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kulit kusam akibat penumpukan Fe di organ.
Tujuan menurut NOC adalah mengurangi penumpukan Fe di bawah kulit. Dengan kriteria hasil menggambarkan etiologi dan tindakan pencegahan.
Interverensi menurut NIC adalah mempertahankan kecukupan masukan cairan untuk hidrasi yang adekuat, berikan dorongan latihan rentang gerak dan mobilitas berat badan bila mengeluh, tingkatkan masukan karbohidrat dan protein, kolaborasi berikan desferal sesuai indikasi. (Wilkinson, 2005)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar